Setiap uang kertas mempunyai nomor yang unik dan tidak pernah sama atau terulang. Untuk saat ini nomor
seri yang dipergunakan terdiri dari 3 huruf (prefiks) diikuti 6 angka.
Bank Indonesia mempunyai sistem penomoran yang mengikuti aturan
tertentu. Seperti apa aturan tersebut? Info uang kuno kali ini akan mencoba untuk membahasnya.
Pada pecahan 100.000 rupiah emisi 2004 terdapat dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu nomor seri (3 huruf) dan tahun cetak "PERUM PERCETAKAN UANG
RI IMP 200x" yang terletak di sudut kanan bawah sisi belakang. Kedua
hal tersebut rupanya saling hubungan. Seperti apa hubungan tersebut?
Nomor seri terdiri dari 3 huruf (PDQ)
Setelah melalui pengamatan yang cukup lama, ternyata prefiks pada uang kertas pecahan ini (dan juga beberapa pecahan lainnya) mempunyai rumus sebagai berikut:
Prefiks yang pertama di cetak: AAA, diikuti AAB, AAC dan seterusnya
sampai AAZ. Lalu setelah itu naik menjadi BAA (BUKAN ABA), diikuti BAB,
BAC dan seterusnya sampai BAZ. Berlanjut terus menjadi CAA, CAB dst
sampai CAZ. Setelah sampai ZAZ, baru menjadi ABA.
Singkatnya adalah demikian:
AAA---AAZ
BAA---BAZ
CAA---CAZ dst sampai ZAZ baru huruf kedua berubah menjadi ABA
ABA---ABZ
BBA---BBZ dst.
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa huruf kedualah yang
menjadi dasar perhitungan, bukan huruf pertama seperti yang selama ini
kita duga.
Setiap huruf diikuti oleh 6 digit angka yang bermula dari 000001 s/d 999999 (999999 lembar uang kertas, atau kita genapkan saja 1 juta lembar). Berarti dari prefiks AAA, terdapat 1 juta lembar uang
kertas, demikian juga AAB, AAC dan seterusnya. Karena abjad kita
terdiri dari 26 huruf dari A-Z dan pada pecahan ini hanya 24 saja yang
digunakan (I dan X tidak dipakai) maka setiap satu siklus lengkap huruf
ketiga (misal dari AAA s/d AAZ) terdapat 24 x 1 juta lembar = 24 juta
lembar
Demikian juga dari BAA s/d BAZ, CAA s/d CAZ, masing2 terdapat 24 juta lembar uang
kertas. Bila dijumlahkan setiap pergantian huruf kedua dari AAA menjadi
ABA berarti telah dicetak sebanyak 24 x 24 x 1 juta lembar = 576 juta
lembar uang kertas. (mohon koreksi bila saya salah)
Setiap
prefiks dicetak pada tahun tertentu, dimulai dari tahun 2004, 2005,
2006, 2007, 2008, 2009 dan yang terakhir tahun cetak berubah menjadi
2004 tetapi dengan tanda tangan Boediono. Bagaimana hubungan antara
prefiks dengan tahun cetaknya? Silahkan pelajari tabel di bawah:
A-Z adalah huruf pertama
A-D adalah huruf kedua
Angka 4-5-6-7-8-9 menunjukkan tahun emisi
Huruf B menandakan tanda tangan Boediono
1. Hubungan antara prefiks dengan tahun cetak
Prefiks AA- sampai dengan BA- mempunyai tahun cetak 2004
Prefiks CA- sampai dengan SA- mempunyai tahun cetak 2005
Prefiks TA- sampai dengan MB- mempunyai tahun cetak 2006
Dan seterusnya sampai saat ini yang terakhir dicatat adalah YD- (pasti akan terus bertambah)
Diantaranya terdapat peralihan, misalnya prefiks LB- ada yang
memiliki tahun cetak 2006 tetapi ada juga yang 2007. Peralihan dapat
terjadi pada beberapa prefiks yang berdekatan.
2. Jumlah Cetak
Dari tabel tersebut juga dapat dilihat
perkiraan jumlah cetak dari masing2 tahun emisi, yang paling sedikit
tentu saja yang bertahun cetak 2004 (hanya ada AA- sampai BA-) berarti
diperkirakan hanya terdapat 2 x 24 juta lembar uang kertas, disusul
tahun cetak 2009 tt lama (Burhanuddin Abdullah) sekitar 4x, sedangkan
untuk tahun2 cetak lainnya (2005, 2006, 2007, 2008 dan Boediono) relatif
seimbang. Tidak heran diwaktu yang akan datang, tahun cetak 2004 dan
2009 tt lama akan bernilai sedikit lebih mahal dibandingkan tahun2
lainnya. Bila rumus di atas benar maka sampai saat ini telah dicetak
sebanyak 4 x 576 juta = 2.304 juta lembar uang kertas. Apakah memang demikian, kita tunggu informasi lebih lanjut dari pihak yang terkait.
3. Prefik I
Sampai dengan saat ini saya tidak menemukan nomor
seri pecahan 100.000 rupiah yang mempergunakan huruf I, sangat mungkin
huruf ini sengaja tidak dipakai agar tidak keliru dengan angka 1. Tetapi
di pecahan 1000 rupiah huruf I tetap dipergunakan.
4. Prefiks X
Huruf X juga tidak dipergunakan sebagai nomor seri dari uang yang biasa dicetak, tetapi dipakai sebagai seri pengganti bila ada uang
yang rusak atau cacat. Karena itu seri X tidak mengikuti rumus di atas,
tetapi mempunyai aturan atau rumus tersendiri. Untuk saat ini,
sepertinya rumus yang yang dipakai adalah mengikuti aturan umum yaitu
dimulai dari XAA, XAB, XAC, dst sampai XAZ, lalu beralih ke XBA, XBB,
dst. Tetapi apakah XAX atau XBX dipakai atau tidak masih perlu
penelitian lebih lanjut. Data yang berhasil saya kumpulkan sampai saat
ini memang masih sangat minim sekali.
XBA (2006)
XCU (2007)
XDU (2007)
XFU (2008)
XGL (2009)
XGR (Boediono)
XHB (Boediono)
Dimana peralihan dan berapa banyaknya prefiks X yang dipakai belum
bisa saya tampilkan, karena kurangnya data. Mohon bantuan teman2.
Bonus
No comments:
:)) :)] ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} ~x( :-t b-( :-L x( =))
Post a Comment
Silahkan berkomentar pakek hati nurani dan tidak mengandunk SARA,SEX, Politik